Selasa, 16 Maret 2021

 

ENAM (6) PILAR PENGELOLAAN DANAU BASIN TERPADU (Integrated Lake Basin Mangament – ILBM)

Bisakah Pengelolaan DAS mengadopsi Pendekatan Enam Pilar Ini?

 

1.    Pengelolaan Danau Basin Terpadu

Siapakah yang tidak mengetahui bahwa danau dan DAS itu keberadaannya sebagai sumber air yang amat penting bagi kehidupan manusia dan juga semua mahluk di dunia ini. Ketika melihat suatu tempat yang luas dan dipenuhi dengan air sudah pasti akan menyebut danau. Ketika berkunjung ke Sumatera Utara pasti akan teringat danau Toba yang luas dan menawan, ke Bali pasti akan teringat dengan danau Batur yang berdekatan dengan desa Trunyan yang terkenal dengan budaya lokal menyimpan mayat manusia tanpa bau yang menyengat, dan lainnya.

Danau berbeda dengan DAS karena danau itu sumber air yang tidak bergerak atau  mengalir tetapi juga mempunyai fungsi yang sama dengan DAS yakni menampung, dan menyimpan air. Tetapi bisa juga mengalirkan air apabila digunakan untuk kepentingan lan seperti pengairan sawah dan lainnya. Dan, dari aspek pengelolaan danau dan DAS juga sangat kompleks karena banyak keterlibatan para pihak yang berkepentingan untuk memanfaatkannya. Karena itu pendekatan integrasi atau keterpaduan  merupakan pendekatan manajemen yang tepat. Namun, walaupun fungsi danau dan DAS itu penting, di forum internasional ternyata danau menjadi perhatian yang lebih serius daripada DAS.

Gambar 1. Enam (6) Pilar Pengelolaan Danau Terpadu (ILBM)


Dalam konteks pengelolaan danau disepakati melalui pendekatan keterpaduan yang disebut dengan Pengelolaan Danau Basin Terpadu (
Integrated Lake Basin Management- ILBM)) dengan enam (6) aspek sebagai pilar penyangga pengelolaan danau berkelanjutan,  yaitu: kelembagaan/institusi ( institution) , kebijakan (policy),  partisipasi (participation), teknologi (technology), Informasi (information) dan keuangan (finance). Keenam  aspek itu sebagai pilar atau fondasi esensial dan penting bagi pengelolaan danau secara terpadu. Keterpaduan pengelolaan danau untuk keberlanjutan danau dengan manfaat sosial ekonomi dan lingkungan. Enam  pilar itu dapat digambarkan seperti pada gambar 1 diatas. 

Berikut ini dijelaskan apa dan bagaimana peran masing-masing pilar tersebut dalam pengelolaan danau terpadu.

1.    Kelembagaan (institution)  

Lembaga-lembaga yang berada di pusat ataupun terkait dengan pengelolaan danau basin karena fungsi dan perannya  menerapkan langkah untuk manajemen atau pengelolaan danau.   Misalnya lembaga-lembaga itu merumuskan dan  mengelola aturan/hukum, menyediakan forum untuk melibatkan pemangku kepentingan, mengumpulkan dan menyimpan pengetahuan, dan juga menetapkan kebijakan-kebijakan dll (ILEC, 2005). Terdapat  beberapa lembaga yang berhubungan dengan pengelolaan Danau Basin, dan Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai fungsi seperti pengembangan sumber daya, konservasi, pemberian layanan, regulasi, dan koordinasi. Lembaga-lembaga terkait itu antara lain karena keterkaitannya dengan masalah -masalah cekungan Danau. Sektor-sektor yang terkait misalnya misalnya air, sanitasi, perikanan, kehutanan, pertanian, industri dll. Lembaga-lembaga ini perlu mengkoordinasikan kegiatan mereka untuk sesuai dengan tujuan pengelolaan danau yang berkelanjutan atau lestari. Untuk memastikan bahwa berbagai kegiatan pada semua tingkatan terintegrasi atau terpadu, maka dibutuhkan focal-point yang akan bertanggung jawab. Di beberapa pengelolaan danau terpadu misalnya telah dibentuk suatu organisasi manajemen baru sebagai lembaga otoritas mengkoordinasikan lembaga-lembaga tekait.  (bersambung)

2.      Kebijakan-kebijakan (policies) 

Kebijakan mengungkapkan keinginan suatu negara untuk  mengelola berbagai sektor. Kebijakan berfungsi  sebagai dasar untuk memandu keputusan di sektornya dan diimplementasikan sebagai prosedur (ILEC 2005). Ini penting agar kebijakan secara efektif mengarahkan masalah danau, dengan mempertimbangkan  tiga karakteristik yang unik. Jika aspek penting itu tidak dilaksanakan dalam suatu kebijakan, maka keputusan berikutnya kekurangan  dan mungkin mengakibatkan pemanfaatan tidak berkelanjutan sumber daya yang harus dilindungi oleh kebijakan-kebijakan itu.

Sebagai contoh, pengelolaan danau di Afrika, Malawi pengelolan air pada suatu cekungan (basin) danau dilaksanakan melalui  kebijakan pengelolaan sumber air terpadu. Pengelolaan basin danau yang semula hanya difokuskan pada aspek air, diubah menjadi pengelolaan yang juga menyangkut tanah karena terjadinya erosi dan kerusakan lahan laiinnya akibat aktivitas kehutanan dan pertanian. Maka, dalam konteks ini kehutanan akan bertanggung jawab melindungi dan melestarikan danau basin dengan melakukan rehabilitasi hutan (reboisasi). Demikian juga sektor pertanian dan perikanan serta stake holders lainnya bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan fungsinya.

 

3.      Partisipasi (participation)

Ada berbagai pemangku kepentingan (stake holders) dalam pengelolaan danau basin  dari berbagai fungsi dan manfaat ekosistem yang dihasilkan oleh  danau itu sendiri.   Keterpaduan  danau menyebabkan tekanan baik dari dalam maupun dari luar danau. Implikasi  ha ini adalah bahwa danau harus dikelola secara menyeluruh baik di dalam atau di batas luar danau.  Dengan implikasi  ini maka perlunya penekanan pengelolaan danayu melalui keterlibatan para pihak (stake holders) dalam pengelolaan danau. Karena itu diperlukan keterlibatan masyarakat dan partisipasi aktip dari para pihak atau pemangku kepentingan (stake holders) dalam pengelolaan danau terpadu.

 

4.      Teknologi (technology)

Teknologi memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Beberapa kegiatan antropogenik di Danau basin/cekungan cukup membuat permasalahan pada sistem danau. Misalnya pembuangan air limbah industri atau sampah perkotaan  ke dalam danau atau pemberian makanan terhadap ikan atau biota pada sistem danau yang ada.. Teknologi yang tekait dengan pengelolaan danau adalah tekonologi yang terkait dengan upaya untul mengurangi tekanan tehadap danau yang meliputi pengeolahan limbah dan teknologi sanitasi untuk menjaga kesehatan masyarakat. serta juga  tindakan pengelolaan banjir alam yang mungkin terjadi.

 

5.      Informasi (information)

Pengetahuan adalah pemicu penting tindakan yang bermakna. Pengambilan keputusan dalam manajemen Danau  bergantung pada informasi yang dapat dipercaya handal serta dipahami secara luas dan diterima (ILEC, 2005). Informasi tersebut memberikan pedoman dalam perumusan kebijakan, kegiatan lembaga, partisipasi pemangku kepentingan dan penerapan teknologi. Beberapa pengamatan hasil survei tentang informasi dan pengetahuan menunjukkan bahwa pengetahuan dann informasi memengaruhi pengelolaan danau. dalam maupun dari luar damau. Implikasi ini adalah bahwa danau harus dikelola di seluruh bagaian danau. Dan hal ini menekankan keteelibatan para pihak (stake holders) dalam pengelolaan dana. Karena itu diperlukan keterlibatan dan partisipas aktif masyarakat lokal dan  para pihak yang berkepentingan.


6.      Keuangan (financial)

Kuangan yang stabil diperlukan dalam pengelolaan danau ma\r basins danau. Menurut ILEC (2005)  "Danau berkelanjutan terpadu tergantung pada pembiayaan berkelanjutan "(PP. 77) dan keuangan ini diperlukan untuk fasilitas dan biaya operaiional, kumonikasi dan lainnya.


    Nah dari keenam fondasi dasar  dari pengelolaan danau tersebut sudah jelas saling berkait, namun masih menyisakan pertanyaan seperti: (1)  apakah ini sesuai dengan urutan prioritas, misalmya institusi/kelembagaan dulu, kemudian kebijakan dan pilar keuangan merupakan pilar yang dianggap kurang berperan?.  (2) sudahkah enam pilar ini diterapkan pada semua pengelolaan danau di anggota ILBM, (3) bagaimana menerapkannya apakah ada kriteria tambahan secara ideal keenam aspek atau pilar tersebut?. 

    Kaitannya dengan pengelolaan DAS, seperti judul tulisan diatas apakah keenam pilar itu  dapat diimplementasikan pada pengelolaan DAS terpadu. Secara fakta bahwa DAS itu merupakan juga daerah basin, hanya saja fungsinya relatif beda sedikit, dalam hal mengalirkan-bergerak sesuai dengan alur atau arus sungai yang ada. Dan DAS juga nerupakan aset publik yang dapat secara bebas diakses oleh masyarakat. Dengan perkataan lain enam (6) pilar itu dapat diterapkan pada pengelolaan DAS terpadu. Bila dapat diimplementasikan, maka tujuan  pengelolaan DAS akan dapat tercapai secara efisien dan efektif. 

    



Selasa, 16 Mei 2017

URBAN WATERSHED FORESTRY (KEHUTANAN PADA DAS URBAN/PERKOTAAN) BAGAIMANA PENERAPANNYA DI INDONESIA? Istilah Urban Watershed Forestry belum banyak dikenal di Indonesia, walaupun sesungguhnya secara praktik sudah dilakukan di beberapa DAS. Evidence atau bukti apa saja yang bisa dilihat UWF sudah diimplementasikan antara lain penghijauan atau reboisasi kanan kiri sungai, konservasi tanah dan air, yang dilakukan pada DAS membentang wilayah perkotaan misalnya DAS Ciliwung yang meliputi wilayah Jabotedabek, Kalangan rimbawan ahli dan akademisi dan stakeholders yang berkecimpung dalam pengalolaan DAS belum terdengar menggunakan istilah Urban Watershed Forestry (UWF). Hanya teman dari Bakosurtanal (sekarang Badan Informasi Geospasial.BIG) yang pernah menggunakan istilah Urban Watershed berkaitan dengan analisis wilayah DAS dengan GIS. Istilah Urban Watershed Forestry (UWF) ini sungguhnya berasal dari Amerika Serikat (USDA). Istilah UWF kalau untuk Indonesia relative sulit diterjemahkan secara harfiah karena akan terdengar lucu. Misalnya terjemahannya menjadi DAS Perkotaan Kehutanan, padahal dalam kegiatannya kalau dilihat dari UWF di AS ternyata kegiatan perlindungan, penguatan dan reforestasi DAS di daerah perkotaan. Karena itu istilah UWF dalam konteks Indonesia dapat diterjemahkan sebagai Kehutanan Pada DAS Perkotaan. Mempertimbangkan bahwa kegiatan pokoknya adalah kehutanan dalam rangka menjaga kelestarian DAS. Menurut USDA Urban Watershed Forestry didifiniskan sebagai suatu inegrasi wilayah/lapangan perkotaan, hutan kemasyarakatan dan perencanaan DAS (an integration of the fields of urban and community forestry and watershed planning).Kegiatan UWF ini diperkenalkan pada tahun 2000 an. Apakah kegiatan ini sudah diterapkan atau belum. Ataukah kegiatan UWF ini sudah dilaksanakan di Indonesia dengan istilah lain?. Mungkin llustrasi berikut ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya Indonesia sudah melakukakan kegiatan yang sama dengan istllah/terminology dan kegiatan yang sedikit berbeda tetapi berfokus pada DAS Perkotaan dengan tujuan yang reatif sama. Daerah aliran sungai (DAS) seperti kita ketahui juga merupakan suaru water basin yakni, daerah atau wilayah yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air ke sungai utama dan atau laut. DAS teridiri dari dari badan air, pembatas alam berupa tepi/sempadan, zona riparian. Dalam terminology DAS di Indonesia yang lazim digunakan adalah DAS Hulu, DAS Tengah dan DAS Hiilir. Belum ada terminology DAS Perkotaan, Namun kalau dilihat wilayahnya bisa jadi DAS Perkotaan dapat dianggap sebagai DAS Hilir. Ciri atau karakteristik DAS Perkotaan antara lain arealnya membentang atau membelah kawasan perkotaan terintegrasi kedalam suatu sistem perkotaan. Dinamakan sebagai DAS Kota atau Urban Watershed Karena fungsi dan peranannya yang vital dalam memberikan manfaat dan dampak bagi masyarakat dalam wilayah perkotaan. Apalagi atau terlebih lagi wilayah perkotaan tersebut sangat tergantung dengan keberadyaan DAS tersebut. Karena pengelolaan sumberdaya alam wilayah perkotaan difokuskan pada pengelolaan DAS tersebut. Materi kegiatannya meliputi: (1) Pengelolaan air (kuatitas dan kualitas air, energi), (2) pengelolaan lahan (hutan, per tanian peternakan dll), (3) pengelolaan manusia/masyarakat (kelembagaan, adat budaya dll) Contoh DAS Kota di Indonesia, DAS Mahakam (Kaltim), DAS Kahayan (Kalteng), DAS Kapuas (Kalbar), DAS Ciliwung (Jabodetabek), DAS Citarum (Jabar), DAS Musi (Sumsel), dll. Di Indonesia pengelolaan DAS Kota/Perkotaan belum dikenal atau diperkenalkan oleh para ahli, akademsi dan birokrat secara terbuka Karena permaslahan pengelolaan DAS masih difokuskan pengelolaan DAS secara makro. Namun istilah atau nomenklaur DAS Perkotaan dpat dipergunakan ketuka kita membicarakan, mendiskusikan, mngkaji, memniliti dan membahas tentang banjir atau fenomena bencana alam atau suatu kejadian yang ditimbulkan akaibat DAS, misalnya banjir di Sungai Ciliwung dan Sungai Citarum, Ini dapat dikategorikan sebagai kegiatan pengelolaan DAS Kota/Urban Watershed Management. Penggunaan istilah DAS perkotaan atau Urban Watershed bisa didiskusikan lebih lanjut dan apabila sangat relevan dan urgen serta penting dalam konteks pembangunan wilayah mengapa tidak didikusikan lebih dalam untuk selanjutnya disosialisakan serta dibackup dengan regulasi. Silahkan komentar anda. Saya sangat apresiasi jika ada yang memberikan komentar masukan konstruktif bahkan kritikan, Terima kasih Salam semangat dan sukses